Rabu, 17 Januari 2018

Proses pembuatan "Kaloe", bahan bumbu wajib Bau Peapi Mandar

Kaloe 
Asam mangga
(foto : Misma Anas)

Tahun baru masehi telah tiba, begitu pula dengan musim buah-buahan, ada buah durian, rambutan, langsat dan mangga. Begitulah siklus yang terjadi di Kabupaten Polewali Mandar, bulan Januari, Februari, Maret merupakan 3 bulan diawal tahun yang selalu dipenuhi dengan panen buah sehingga tak jarang kita menyaksikan acara "pesta buah" yang digelar oleh para petani sebagai wujud rasa syukur mereka atas panen yang berhasil (tidak gagal).

Pesta panen yang dilaksanakan oleh pemilik kebun biasanya tidak hanya dihadiri oleh kalangan petani saja, tetapi mereka selalu melibatkan pemerintah setempat dan pemerintah yang terkait untuk sama-sama merayakan keberhasil ini. Sebab para petani tau betul keberhasilan ini tidak dapat terjadi tanpa suport dari pemerintah dalam mengembangkan tehnik pertanian dan membantu para petani dalam mencari solusi atas masalah-masalah yang terjadi. 

Di kabupaten Polewali Mandar Pesta Buah sudah menjadi salahsatu agenda tetap yang akan dilaksanakan setiap tahun apabila panen buah berhasil dan melimpah, hal ini menjadi salahsatu daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang ke Polewali Mandar, bagaimana mana tidak pesta buah yang dilaksanakan tiap tahunnya tak hanya bertempat di kebun petani tetapi selalu memilih lokasi wisata yang ada di Polman. Disaat kita berpesta buah kita juga dapat menikmati wisata yang ada, ini merupakan cara terbaik untuk merasakan nikmat tuhan bukan.

Panen buah bagi para petani adalah wujud keberkahan yang diberikan oleh sang pencipta, nikmat ini bukan hanya petani yang merasakan tetapi juga para pelaku usaha dan masyarakat setempat. 

Mengapa? Pasti para pembaca sekalian sudah cukup tau akan keterkaitan hasil panen dan peningkatan ekonomi bagi petani sehingga salahsatu cara terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Meninggalkan sejenak tentang acara pesta buah di Polewali Mandar, kali ini yang menjadi pokok pembahasan kita bukan buah durian, rambutan atau langsat melainkan buah mangga. Buah mangga yang dimaksud pun bukan buah mangga pada umumnya yang kita kenal, contohnya mangga manalagi, mangga madu, atau mangga macan. Melainkan mangga yang berukuran lebih kecil dengan tingkat keasaman yang tinggi, dalam bahasa mandar kita mengenalnya dengan nama tomaissang jaonggeq, ka'loliq, cammiq, tallo dan lain sebagainya.

Tomaissang mamata (Mangga muda/mentah)
(foto : Misma Anas)

Saat masih muda mangga-mangga diatas memiliki rasa asam yang sangat tinggi, ini merupakan alasan utama mengapa mangga jenis inilah yang sangat cocok dibuat "kaloe" (asam mangga).

Kaloe adalah asam mangga yang berbentuk irisan tipis mangga muda yang sudah dikeringkan, kaloe juga populer dengan nama "Pammaissang" bagi orang mandar awam, "Paccukka" bagi orang bugis, "pappattojo" bagi orang koneq-koneq e. Yang kesemua artinya adalah asam.

"Kaloe" merupakan bahan bumbu utama yang harus ada saat kita membuat "Bau peapi" Mandar (ikan masak Mandar). Bukan bau peapi mandar namanya jika tak menggunakan bahan bumbu satu ini. 

Kaloe (asam mangga) hanya dibuat ditanah Mandar sehingga menjadi barang berharga jika dibawa keluar daerah, tidak sedikit orang mandar yang merantau keluar daerah lebih mementingkan membawa kaloe dibanding barang berharga lainnya. Bukan itu saja mereka juga kadang memesan kepada keluarga agar dikirimkan kaloe ini. 

Menurut cermat penulis kaloe saat ini bukan lagi merupakan bahan bumbu dapur biasa tetapi sudah menjadi identitas diri orang Mandar. Mengapa demikian? Karena didapur orang mandar sudah pasti ada kaloe, dan bukan orang mandar namanya jika tak ada kaloe di dapurnya. Lidah orang mandar yang sudah sangat akrab dengan masakan bau peapi mendorong mereka untuk selalu menyediakan stok kaloe didapur. Tak jarang penulis menemukan pengalaman, mereka (sepupu dan keluarga penulis) tidak jadi memasak bau peapi karena kehabisan kaloe di dapurnya. Itulah sebabnya kaloe punya tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat Mandar baik yang menetap di Provinsi Sulawesi Barat ataupun yang merantau ke tempat lain.

Di tanah Mandar yang membuat kaloe biasanya ada dua macam orang : 

1. Pengepul yang membeli bahan mentah berupa mangga pada petani lalu membuat sendiri kaloe yang nantinya akan dijual dipasar dan tak lupa juga untuk konsumsi pribadi.

2. Petani yang memiliki bahan mentah berupa pohon mangga sendiri dan membuatnya untuk konsumsi pribadi saja bukan untuk berbisnis. 

Menurut penulis membuat kaloe itu gampang-gampang capek, mengapa demikian ! karena selain harus mengupas mangga dan memotongnya menjadi potongan-potongan tipis, biasanya sesuatu yang dikeringkan pasti volumenya akan menyusut setengah dari bahan mentahnya karena kandungan air dalam benda tersebut dikurangi dengan cara di jemur dibawah terik matahari, misalnya untuk mendapatkan kaloe kering sebanyak 1 karung kita harus mengerjakan 2 karung bahan mentahnya. 

Selain dibutuhkan tenaga dan ketelitian yang besar saat mengupas sampai memotong bahan mentah menjadi irisan tipis yang nantinya akan dijemur, saat dijemur inilah kita lagi-lagi dituntut untuk banyak bersabar dan tekun menunggu kaloe basah menjadi kering.

Penulis hampir lupa, Dalam pembuatan kaloe ini ada tersimpan budaya luhur yang sampai saat ini masih sering dilakukan, salah satunya adalah budaya "mappesioang" (menyuruh orang) untuk membuat kaloe. Misalnya, seorang pemilik pohon mangga telah memanen mangganya namun karena keaibukan atau ketidak tahuan untuk membuat kaloe sehingga ia tidak dapat mengerjakan sendiri pembuatan kaloe, ia bisa meminta orang lain untuk mengerjakannya sampai menjadi kaloe kering dengan perjanjian lisan bahwa hasil kaloe yang sudah kering harus dibagi dua (50:50), setengah untuk sang sebagai bahan mentah dan setengahnya lagi sebagai ganti upah orang yang mengerjakannya. 

Dibawah ini adalah cara pembuatan kaloe menurut pengalaman yang penulis lakukan sendiri bersama keluarga. 

1. Kupas bersih semua bahan mentah (mangga muda) seperti gambar dibawah ini.

2. Iris daging mangga muda menjadi lembaran-lembaran tebal seperti dibawah ini.

3. Lalu potong tipis-tipis memanjang seperti gambar dibawah ini.

4. Selanjutnya rendam semalam dengan air garam, lebih baik lagi kalau menggunakan air laut.

5. Keesokan harinya, tiriskan lalu jemur hingga kering.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal kaloe basah harus dijemur selama 3 hari dibawah terik matahari yang cerah. Jika agak mendung, penjemuran bisa dilakukan lebih dari 3 hari sampai kaloe benar-benar kering sempurna.

Pembuatan kaloe diatas sekilas terlihat sangat mudah, namun untuk menghasilkan kaloe yang bagus dan tahan lama harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini.

1. Mangga yang digunakan harus yang muda, bukan mengkal apalagi hampir masak.
Contohnya dari gambar diatas terlihat kaloe kering namun berbeda warna, itu karena kaloe yang sebelah kanan gambar terbuat dari kaloe yang hampir masak sedangkan yang sebelah kiri gambar terbuat dari kaloe yang benar-benar mentah/muda. 

2. Harus benar-benar kering jangan sampai masih lembab sebab kaloe yang kita buat tidak akan langsung habis terpakai semua, sehingga aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kaloe yang lembab bisa menjadi media yang sangat bagus bagi jamur untuk tumbuh (jamuran) hal ini tidak baik dan akan merusak kaloe.

3. Simpan ditempat yang kering, ada satu kebiasaan unik dari masyarakat mandar dalam menyimpan kaloe, mereka memasukkan ke dalam karung lalu karung tersebut disimpan di "tapaang" (diatas flapon rumah). Jika stok kaloe di dapur habis barulah mereka mengambil kaloe yang tersimpan di flapon rumah.

4. Bagi kalian yang membeli kaloe dipasar tradisional harus memastikan kaloe yang kalian beli masih baik dan segar dengan cara melihatnya. Kaloe yang segar terlihat dari warna yang agak cerah dan bersih sedangkan kaloe yang sudah lama disimpan akan berwarna kehitaman. 

Keduanya masih baik digunakan tapi yang pasti bahan yang segar akan jauh lebih baik dari bahan yang sudah lama disimpan. Kesegaran kaloe kuga mempengaruhi rasa dari bau peapi yang kita masak.

Namun hal ini penulis kembalikan lagi kepada pembaca untuk memilih mana menurut pembaca baik dan cocok.
Tomaissang jaonggeq, kaqloliq, cammiq dan tallo. Mangga jenis ini selain dimanfaatkan menjadi kaloe (asam mangga), juga bisa dijadikan lawar tomaissang (acar mangga), serta dapat dinikmati dalam bentuk buah mangga masak. Rasa asam dalam buah mangga muda akan berubah menjadi manis apabila buahnya sudah masak jadi jangan khawatir akan merasakan asam saat memakan tomaissang ressuq ini (mangga masak).

Ikan panggang dan lawar tomaissang mamata
(foto : Misma Anas)

Tomaissang ressuq (Mangga masak)
(foto : Misma Anas)

Artikel ini merupakan tulisan real yang dibuat oleh penulis yang terinspirasi dari salahsatu lokasi banyak terdapat pohon mangga, jika pembaca penasaran kalian bisa langsung berkunjung ke lokasinya yang terletak di 
Dusun Gonda, Desa Laliko, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, sebagai catatan berkunjunglah disaat musim panen jangan disaat pohon mangga belum panen.

Akhir kata semoga artikel yang masih penuh kekurangan ini bermanfaat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca sekalian.
Wassalam.