Minggu, 25 Juni 2017

Atupeq dada manuq rajanya homemade, atupeq ga'de rajanya pasar dan atupeq nabi rajanya pambaca-baca

Atupeq dada manuq (muane) dan atupeq ga'de. 
(foto: misma anas) 

Atupeq (bahasa mandar) dalam bahasa Indonesia yang berarti ketupat dan "bokong" penyebutan bahasa koneq-koneq e.  Siapa yang tidak kenal dengan makanan satu ini, disetiap hari Raya Lebaran Aidil Fitri dan Adil Adha kita selalu menemukannya sebagai salah satu hidangan utama, Entah dijadikan lontong sayur atau opor ayam, bisa juga untuk dimakan bersama lauk saja. Bukan hanya dihari Perayaan-perayaan besar saja dihari-hari biasa kita juga masih dapat mendapatkannya diwarung-warung coto Makassar (makanan khas sul-sel). Maka tak heran seluruh lapisan masyarakat pasti tau akan makanan satu ini. 

Penulis mengilhami ketupat inilah yang menjadi motivasi awal pembuatan lontong, tau mengapa?  Karena bahan dan cara pembuatanya yang sangat mirip hanya saja jika ketupat menggunakan janur daun kelapa atau daun pandan sebagai tempat isiannya berbeda dengan lontong yang terbuat dari plastik, lontong bisa dikatakan merupakan inovasi dari ketupat, bahan baku pembungkus lontong yaitu pelastik dengan mudah kita dapatkan di toko-toko. mempermudah kita kapan saja dapat membuat lontong, berbeda halnya dengan ketupat yang tidak setiap saat ketersediaan bahan baku janur kelapa dipasaran ada. 

Kita masuk pada pembahasan inti dari tema diatas, atupeq dada manuq (ketupat dada ayam) pemberian nama ini karena bentuk dari ketupat yang menyerupai dada ayam, mengapa jenis atupeq ini menjadi primadona untuk ketupat yang dibuat dirumah karena cara membuatnya yang lumayan gampang sehingga banyak orang yang dengan muda mengahapalnya, serta bagi mereka yang mempunyai kebun pohon kelapa membuat sendiri atupeq jenis ini dapat mengefesienkan anggara belanja dapur karena tak perlu membeli kepasar cukup mengambil janur di kebun lalu dibuat sendiri. 

Berbeda dengan atupeq ga'de (ketupat pasar) ia menjadi rajanya dipasaran karena bentuknya yang cantik dan enak dipandang. Cara pembuatan ketupat jenis ini jika dibandingkan dengan atupeq dada manuq (ketupat dada ayam) sedikit sulit karena alurnya sedikit berkelok-kelok sehingga menyulitkan orang untuk mengingatnya dan menghapalnya. Banyak sekali fakta di lapangan bahwa hanya sedikit saja orang yang dapat membuat atupeq ga'de dibanding atupeq dada manuq.

Atupeq nabi (ketupat nabi) ketupat  yang berukuran kecil, berbentuk bundar dan kembar ini sangat sedikit orang yang tau cara membuatnya. penulis tidak mengetahui dengan pasti apa penyebab pemberian nama untuk ketupat kembar satu ini, Yang pasti ketupat jenis ini sangat identik untuk beberapa perayaan besar yang ada ditanah Mandar salah satunya seperti Maulid Nabi Muhammad SAW atau acara keluarga tertentu baru ketupat jenis ini selalu ada. 

Cara pembuatan ketupat sangatlah gampang, seperti dibawa ini :

Bahan 
1. Janur daun kelapa 
2. Beras untuk isian ketupat
3. Air untuk memasak ketupat
4. Kayu bakar untuk menanak. 

Durasi memasak ketupat yang cukup lama membuat penggunaan kayu bakar sangatlah cocok, selain untuk penghematan juga dapat membuat citarasa dari ketupat ini jauh lebih enak dibanding memasak dengan kompor minyak atau kompor gas. 

Cara membuat
1. Anyam sedemikian rupa janur daun kelapa menjadi ketupat.
2. Cuci bersih beras lalu tiriskan sampai setengah kering.
3. Isi ketupat dengan beras tadi sampai perbandingan hanya 1/2 sampai 3/4 dari ruangnya saja yang diisi. 
4. Masukkan air kedalam belangan lalu panaskan, setelah dirasa cukup panas masukkan ketupat tadi masak hingga matang, angkat dan tiriskan Lalu siap untuk disajikan.

Tips : agar ketupat berwarna putih bersih gunakan air ledeng atau air hujan dan lebih baik air dibelanga lumayan banyak agar tidak perlu menambahkan air lagi saat pemasakan (tidak perlu mattombos). 

Membuat atupeq (ketupat) 
(foto:misma anas) 
Atupeq nabi (Ketupat Nabi) 
(foto:misma anas) 

Tutorial membuat ketupat bisa pembaca akses di Chanel YouTube Misma Anas. Semoga bermanfaat  !

Kamis, 15 Juni 2017

"Lopis atau Lupis" penyebutannya saja yang berbeda namun rasa lezatnya sama saja

Dalam bahasa mandar "Lopis atau Lupis" penyebutannya berbeda tapi yang dimaksud sama saja, ini dikarenakan ditiap daerah kadang orang menyebutnya dengan bahasa yang lazim mereka pakai, seperti halnya bahasa mandar "tandaq" dan "tadaq" yang artinya "sampai/tiba". Kata "tandaq" digunakan oleh mandar polewali sedangkan kata "tadaq" lazim digunakan oleh mandar majene. Walaupun berbeda tapi sama saja artinya sehingga kadang orang mandar dapat membedakan seseorang berasal dari mana dengan mendengar bahasa yang digunakan dalam berbicara.
Lupis merupakan penyebutan yang sangat lazim digunakan oleh masyarakat yang tingga di desa Bonde kecamatan Campalagian, lupis disajikan dalam bentuk potongan-ptongan yang terlebih dahuku dibaluri dengan kelapa parut lalu disiram dengan gula merah cair, cita rasa manis dan legit membuat makanan ini sangat diminati.
Di bulan suci ramadhan seperti ini lupis menjadi salah satu makanan favorit saat berbuka puasa bukan hanya karena rasanya yang enak tapi juga untuk mendapatkannya sangat mudah, kita bisa membeli di pasar-pasar tradisional tanpa harus repot membuatnya sendiri.
Cara mendapatkan lupis yang sangat mudah bukan alasan bagi kita tuk tidak mengetahui dari bahan apa makanan ini dibuat. Lupis terbuat dari campuran beras dan beras ketan yang dimasukan kedalam wadah berbentuk bulat panjang yang terbuat dari daun pisang yang dibentuk sedemikian rupa lalu dimasak dalam belanga hingga matang.
Jika melihat bahan yang digunakan sangatlah sederhana maka pasti terlintas dibenak kita bahwa makanan ini biasa-biasa saja, tapi.... bila kalian sudah mencobanya maka jangan heran kalau kalian akan berkomentar sebaliknya.
Bukan hanya kesederhanaan yang membuat makanan ini enak tapi ada budaya luhur yang terkandung didalamnya. Budaya luhur yang sadar atau tidak telah nenek moyang kita wariskan secara turun temurun melalui "masakan". Entah kalian lelaki atau perempuan, Jika kalian menghormati para leluhur maka memasaklah dan warisilah masakan-masakan tradisional mandar. Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum...
Lupis yang siap dihidangkan
(foto : Misma Anas)

Lupis yang belum dipotong -potong
(foto : Misma Anas)

Minggu, 11 Juni 2017

Kande-kandenya to Mandar


Rasulullah Muhammad SAW selalu mengajarkan kepada kita untuk menjalani kehidupan dengan kesederhanaan, ada juga pepatah yang mengatakan “kehidupan ini haruslah hebat sederhana itu sikapnya” berlatar belakang dari kesederhanaan itulah maka kita akan membahas salah satu warisan para leluhur bangsa kita, warisan yang tak bisa kita pungkiri kita ada saat ini karena nya dan para pendahulu kita sangatlah bergantung padanya. Warisan itu ialah “Masakan”.
Dalam dunia masak memasak internasional kita mengenal ada tiga bagian hidangan didalamnya yaitu hidangan pembuka (Appetizer), hidangan utama (Main course), dan hidangan penutup (Dessert) . Hidangan pembuka biasa dimulai dengan makanan yang menggugah selera dan berukuran kecil, lalu masuk kehidangan utama iaitu makanan berat yang biasanya mengandung banyak karbohidrat lalu ditutup dengan hidangan penutup yang selalu bercita rasa manis seperti puding atau cake bisa juga cemilan manis lainnya. Rentetan hidangan diatas tentu saja asing bagi kita dikarenakan hidangan-hidangan diatas hanya di sajikan diacara-acara resmi tertentu saja yang biasanya diadakan dalam konsep makan malam yang berkiblat kebarat (prancis atau inggris).
Sangat jarang bagi kita orang-orang yang berada di belahan timur menggunakan konsep seperti ini, caranya yang cenderung ribet dan juga agak mahal dalam  penyajian dan pelayanan, karena bukan hanya hidangan yang banyak jenisnya tetapi alat makan nya juga bermacam-macam, contohnya sendok untuk mengaduk teh berbeda dengan sendok untuk memakan nasi begitu juga dengan sendok untuk memakan sup berbeda pula. Hal seperti ini sangat tidak cocok dengan kebudayaan kita yang lebih mengutamakan kesederhanaan.
Penulis dapat menulis tulisan ini karena pernah beberapa kali mendapatkan pelajaran tentang cara makan dengan menggunakan konsep seperti ini dibeberapa ajang pemilihan duta pariwisata di daerah, tata cara makan seperti ini biasa kita kenal dengan sebutan “Table mener” tidak ada salahnya kita mempelajarinya untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan namun yang pasti tetaplah berpegang teguh pada budaya kita.
kita tinggalkan dahulu  pembahasan diatas karena yang menjadi bahasan kita bukan itu melainkan tentang hidangan penutup yang selalu bercitarasa manis. 
Kembali kepada kesederhanaan, hal yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan barat karena begitulah kita orang-orang timur yang besar karena adat dan budayanya.
Salah satu masyarakat yang sangat mengeutamakan kesederhaan yaitu suku Mandar, berhubungan dari awal kita telah membahas tentang salah satu warisan leluhur bangsa yaitu “masakan”, maka izinkan penulis untuk memaparkan beberapa masakan/hidangan manis (kue) yang bahan dan cara pembuatannya sangat sederhana namun tidak kalah enak dengan kue-kue yang ada di pasar modern.
Karena saat ini kita sedang menjalankan ibadah puasa ramadhan maka sangat cocok untuk membahas tentang hidangan manis atau juga biasa kita sebut dengan hidangan pencuci mulut. Banyak dari masakan manis orang mandar mengandalkan gula merah (gula aren) sebagai pemanis, penulis bisa berasumsi mungkin karena banyaknya masyarakat mandar yang dulunya berprofesi sebagai penyadap enau (Passari manyang) maka pasti dengan mudah mereka mendapatkannya dibandingkan harus membeli pemanis lain seperti gular pasir yang buatan pabrik tebu di pasaran. Dibawa ini beberapa jenis kue tradisional yang berbahan gula merah.
Kue tradisional Mandar yang terbuat dari tepung ketan, kelapa parut, gula merah dan air, contohnya:
Taripang
Katiri mandi
Onde-onde
Tallo panyu atau tallong kerang
Tetu’
Di atas tadi hanya sebagian kecil masakan mandar yang berbahan dasar gula merah dan tergolong dalam jenis kue basah, ada pula yang tergolong kue kering seperti baje, putu dan lain-lain sebagainya. Dikesempatan lain kita akan membahas lebih lagi tentang kue-kue diatas serta cara membuatnya. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan jangan lupa untuk selalu mengutamakan kesederhanaan dalam menjalani kehidupan ini.
Wassalam....
Katiri mandi
(foto : Misma Anas)